Featured Post

Upaya Angkat Olahan Bandeng Jelak Menjadi Komoditi Unggulan Kota Pasuruan. Oleh: Mulyo Prabowo

Gambar
Poklasar Jelak Joyo Food menunjukan salah satu kreasi olahan bandeng jelak. Pasuruan-PaslineNews  Nama bandeng jelak sudah tidak asing ditelinga masyarakat Pasuruan. Jenis ikan bersisik keperakan hasil budidaya petambak di Pedukuhan Jelak, Kelurahan Blandongan, Kecamatan Bugul Kidul, Kota Pasuruan  itu sangat disukai karena rasa dagingnya lebih gurih, lembut dan tidak bau tanah. Ketua Kelompok Pengelola dan Pemasaran (Poklasar) produk olahan bandeng  Jelak Joyo Food (JJF), Nurhayati mengatakan, bandeng jelak memang sedikit berbeda dibanding ikan bandeng dari daerah lain. Selain rasanya lebih gurih dan tidak bau tanah, perbedaan itu terlihat dari bentuk fisiknya. Bandeng jelak memiliki ukuran sedikit lebih kecil tapi berisi. Rata-rata perkilonya berisi empat ekor, atau sekitar 2,5 ons per ekornya dalam kondisi segar.  Ciri lainnya, bandeng jelak bibirnya berwarna merah. Sehingga banyak orang menyebutnya dengan si bibir merah, atau ikan bergincu. "Itu ciri fisik khas bandeng jelak y

Perjuangan Heroik Arek Pasuruan Kota Yang Terlupakan Sejarah (2)

Pejuang melakukan penyusupan. Insert : makam R. Sutiaji (Setiaji) di makam Pahlawan Kota Pasuruan.



Pasuruan-PaslineNews.

Arek Pasuruan mendadak terkenal di kawasan Malang dan menjadi perbincangan masyarakat Malang  dan sekitarnya, karena  keberaniannya  berontak dan berhasil lolos dari penjara Lowok Waru Malang. 


Saat itu ditahun 1949 perjuangan bangsa Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaannya mengalami fase yang sulit. Mata-mata Belanda tersebar dimana-mana. Sulit sekali membedakan kawan dengan lawan. 


Hal itu juga terjadi di Pasuruan. Arek-arek Pasuruan yang menghimpun dirinya di kompi Combat troops toopen, gabungan dari laskar Hibullah dan tentara, dibawah pimpinan Imam Jembrak, mendapat tantangan yang sama yaitu mata-mata Belanda. Sebagaian tidak bisa melanjutkan gerilya karena alasan tersebut. Banyak pejuang yang tertangkap Belanda dan tidak sedikit yang gugur di ujung peluru militer Belanda. Sehingga, jumlah pejuang kita berkurang hingga separuh. Dengan jumlah tersisa ini perjuangan arek-arek Pasuruan tidak berhenti. 


Di bulan Agustus 1949 tepatnya tanggal 17, adalah hari peringatan kemerdekaan Indonesia yang ke-4. Diluar dugaan dan mengejutkan semua orang, bendera merah putih berukuran besar berkibar diatas langit alun-alun Pasuruan, di pucuk pohon beringin besar. Padahal saat itu Belanda berkuasa di bumi Pasuruan. Tidak hanya itu, Belanda juga mengijinkan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan lagu-lagu perjuangan. Pekikan "Merdeka" juga tidak membuat tentara Belanda marah. 


Kabar ada peringatan hari kemerdakaan Indonesia ala Belanda itu sampai juga ditelinga Imam Jembrak dan pasukannya  (Kebanyakan arek-arek kota Pasuruan) Kompi Combat Troops Toopen Batalyon Imam Ikdar, yang Saat itu berada di Desa Bayeman (Kabupaten Pasuruan).


Mendengar berita tersebut, arek-arek Pasuruan mendadak ingin pergi ke Kota Pasuruan sekalian pulang kampung. Tanpa rencana yang matang, seluruh kompi Combat Troops Toopen  bergegas naik kendaraan umum oplet (sebutan mobil angkutan umum sekelas superband). Kepergian arek Pasuruan itu sebenarnya sudah diingatkan oleh komandan Batalyon Imam Ikdar, bahwa itu adalah trik jebakan Belanda. Tapi rasa keinginan untuk membuktikan berita tersebut dan rasa kangen kepada keluarga, tidak mampu membendung tekat arek Pasuruan untuk pergi. 


Berangkatlah seluruh pasukan Kompi Combat Stroops Toopen (CTT) naik lima buah oplet menuju pusat kota. Didepan masjid Jamik Al Anwar, rombongan berhenti, disambut pekikan "Merdeka! Merdeka!! Merdeka !!", bersautan dari semua penduduk Kota Pasuruan yang memadati areal di depan masjid atau di sisi barat alun-alun Pasuruan. 


Tidak lama kemudian, datanglah beberapa orang Belanda tanpa menyandang senjata  menyambut kehadiran pejuang Pasuruan. "Selamat datang, sekarang  kita damai dan pimpinan kami mengundang anda untuk makan-makan, " kata salah seorang anggota militer Belanda. Setelah itu, mereka dibawa  kemarkas Belanda, di sisi utara alun-alun dan disilahkan masuk ke sebuah gedung (sekarang sekolah SD Bangilan) untuk acara makan bersama. Sebelum masuk gedung, seorang belanda berkata, kalau sekarang adalah masa damai, masuk ruangan tidak boleh bersenjata. Dan meminta para pejuang untuk menaruh senjatanya berjajar di tembok sebelah luar gedung. 


Tanpa curiga para pejuang mengiyakan dan menaruh senjatanya lalu masuk keruangan. Di dalam, hidangan makan siang sudah tersaji lengkap  nan mewah. Mungkin sebagian besar pejuang belum pernah makan makanan seperti itu. Acara santap siang pun berlangsung. 


Saat acara santap siang, sebagian besar anggota CTT mulai curiga dengan gelagat tentara belanda. Sebab, mereka keluar ruangan lebih dulu meninggalkan anggota CTT. Benar saja, sontak seluruh pintu dan cendela ditutup dari luar. Hanya satu pintu utama yang tetap terbuka. Dari  pintu itulah tentara Belanda menggiring anggota CTT keluar gedung menuju sebuah truk. Tidak lama kemudian truk melaju kearah timur menuju gedung penelitian gula (sekarang P3GI). Di gedung ini para pejuang didata nama dan alamatnya serta kesatuannya. Dan tentu saja introgasi. Belanda menginginkan informasi sebanyak-banyaknya terkait kekuatan militer dan posisi tentara  Republiken (Sebutan Belanda untuk tentara Indonesia). 


Setelah diintrogasi, seluruh personil CTT dibui di penjara kriminal (sekarang Rumah Tahanan Negara/Lapas Kota Pasuruan di perempatan Jalan Panglima Sudirman). Empat hari kemudian dipindah ke penjara Lowok Waru Malang. Menjalani tahanan tanpa tahu berapa lama dikurung. 


Hingga masuk bulan puasa, komandan Imam Jembrak memerintahkan anak buahnya untuk puasa. Ketika makan malam (buka puasa) mereka meminta kepada petugas penjara(Sipir) porsi sambalnya ditambah. Ternyata di benak Imam Jembrak ada rencana yang jauh dari masuk akal. Sambal dijadikan senjata. Dicampur dengan bubuk batu bata yang sudah digosok selama dua hari, jadilah senjata yang diinginkan Imam Jembrak. Senjata sambal itu nanti diusapkan ke mata musuh. 


Eksekusipun direncanakan. Di dalam sel yang ditempati 15 orang, salah satunya ada seorang Jepang. Entah dapat dari mana, dia menunjukan sebuah besi panjang (beton neser) yang ujungnya lancip. Dan orang Jepang inilah  yang ditujuk sebagai eksekutor. Semua sepakat besok pagi saat jam  makan, eksekusi dimulai. Seluruh anggota diminta siap. Menunggu esok, sebagian besar pejuang tidak bisa memejamkan matanya. 


Ayam jantan berkokok bersautan. Tanda pagi hari telah datang. Sekitar jam 08.00,  Seperti Biasa petugas tahanan membagikan makan pagi dikawal oleh dua sipir bersenjata, dan diawasi oleh  petugas bersenjata disudut-sudut blok penjara. 


Saat membuka pintu sel untuk  membagikan makanan, arek-arek Pasuruan menyergapnya dengan mengusapkan ramuan sambal plus bubuk bata merah tersebut ke mata penjaga. Orang Jepang yang membawa besi lancip berhasil menusuk dua orang sipir hingga tewas dan merebut senjatanya.


Kontak senjata terjadi dan beberapa sipir bersenjata berhasil dihabisi. Satu demi satu pintu sel berhasil dibuka, Tahanan lain yang berhasil keluar melihat aksi heroik arek Pasuruan ikut melakukan perlawanan. Akhirnya semua pintu  sel berhasil dibuka dan di dalam penjara Lowok Waru Malang waktu itu  kisruh. 


Berhasil Keluar dari sel, arek-arek pasuruan tertahan disalah satu ruang. Sebab, mau menuju pintu gerbang untuk keluar dari penjara harus melewati lapangan terbuka dan di sudut kanan kiri ada penembak jitu di atas tower. Korban ber jatuhan saat orang-orang yang berusaha menuju pintu gerbang, dibidik penembak jitu.


Seorang pemuda asli Malang berusaha membidik penjaga tower namun luput malah dia sendiri yang gugur terkena tembakan. Senjata direbut oleh pemuda Menado dari laskar Kebaktian Masyarakat Sulawesi Utara ( KMSU). Sekali tembak seorang penjaga tower tewas. Dia membidik lagi dan dor!! Satulagi penjaga tower tewas. Saat itulah seluruh tahanan kabur. Beruntung, seluruh anggota CTT tidak berkurang satupun alias semuanya selamat. 


Berbekal senjata rampasan dari petugas bui, arek-arek Pasuruan berjalan kaki menuju Pasuruan dan melanjutkan perjuangan. (habis).


Itulah cerita dua orang pelaku pada tahun 1995. Bapak Soediono dan bapak Saidun. Bapak Soediono meninggal dunia pada tahun 2009 dan di makamkan di Taman Makam Pahlawan Kota Pasuruan. Sedangkan bapak Saidun, penulis sudah tidak pernah tahu kabar dan keberadaannya.


Bapak Soediono usai masa gerilya kembali bertugas sebagai personil militer di batalyon Infantri 509 Jember, Jawa Timur. Sedangkan bapak Saidun berdinas di Linud Malang. 


Yang mengenaskan nasib bapak Imam Jembrak. Beliau harus di bui dengan tuduhan melakukan pemberontakan bersama Klowor dari Bangil. Klowor memang  pernah melakukan pemberontakan karena tidak puas dengan kebijakan pemerintah yang tidak memasukan seluruh pejuang gerilya menjadi TNI. Namun kemudian kebijakan pemerintah memasukan eks gerilyawan menjadi Corp Cadangan Tentara Nasional (CTN).


Cerita seri pertama dan kedua  tersebut merupakan fakta perjuangan arek Pasuruan. Di cerita yang kedua ini mungkin banyak orang yang tidak percaya dan dinilai mengada-ada. Tapi itulah fakta yang diceritakan bapak-bapak pejuang kita. Berjuang penuh keberanian, ikhlas untuk menegakkan kemerdekaan republik ini.




Penulis : Cak Bowo.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Anggur Wirogunan Andalan Pertanian Kota Pasuruan

Porprov Jatim VIII /2023, Kontingen Kota Pasuruan Tanpa Pencak Silat

Daftarkan 30 Bakal Calegnya, Partai Gerindra Bertekad Menang di Kota Pasuruan