Pasuruan-Pasline News
Belum sebulan dibangun,
Plengsengan di sungai Petung, tepatnya disisi barat sungai, persis disebelah utara jembatan Bakalan Kelurahan Bakalan, Kecamatan Bugul Kidul, Kota Pasuruan, ambrol, pada hari Sabtu (03/01/2020).
Kejadian tersebut menarik perhatian Komisi 3 DPRD Kota Pasuruan. Dan melakukan Sidak kelokasi kejadian, Senin (06/01/20).
Dipimpin koordinator Komisi 3, H. IIsmail Marzuki Hasan, wakil rakyat tersebut melihat dari dekat proses pembangunan kembali plengsengan yang ambruk.
Beberapa menanyakan penyebabnya, dan cara perbaikannya. Seperti Ismu Hardiyanto, dia menanyakan proses perbaikannya, tingkat kesulitannya dan kapan rampungnya. Semua pertanyaan Komisi 3 dijawab oleh Slamet Riadi, pemilik CV.Arida, pelaksana proyek, dengan memaparkan penyebab serta cara pembangunannya kembali.
Slamet Riadi memaparkan, Awalnya, plengsengan ambrol hanya sepanjang 15 meter. Karena disisi utaranya mengalami retak sepanjang 25 meter, akhirnya dibongkar sekalian untuk diperbaiki.
Menurut Slamet Riadi, tidak ada faktor alam atau banjir penyebab ambruknya plengsengan, penyebabnya adalah tekstur tanah yang lembut dan sangat gampang tergerus air. Orang biasa menyebut tanah tersebut dengan istilah tanah walet. Tanah yang biasa di pakai untuk taman.
"Ambruknya plengsengan disebabkan tanah walet yang berada di bagian bawah, tergerus air tanah dan air sungai. Tanah walet ini sifatnya tidak ada daya ikatnya dan mudah tergerus air bawah tanah yang menuju ke sungai, sehingga mendorong plengsengan dan mengalami retak lalu ambrol, "paparnya, saat memberi keterangan kepada komisi 3 DPRD Kota Pasuruan.
Dia menuturkan, plengsengan dikerjakan selama 3,5 bulan dan selesai tepat waktu diakhir Desember 2019. Menelan anggaran sebesar Rp 926 juta dengan panjang total 187 meter, tinggi 4 meter, ditambah tinggi parapet (penahan) satu meter dan pondasi satu meter. Total tinggi 6 meter. Dibangun di sisi kiri dan sisi kanan sungai, "Sebenarnya plengsengan ini sudah cukup kuat jika tekstur tanahnya normal atau memiliki daya ikat seperti plengsengan yang berada di sisi timur sungai, satu paket dengan plengsengan yang ambrol, "jelasnya.
Untuk memperbaikinya, lanjut Slamet, dia mencoba dengan teknik baru, yaitu dengan menancapkan sejenis pilar dari beton yang diberi nama minipet. Tujuannya, agar menahan tanah tidak gerak. Memasang minipet dibarengi dengan mengganti tanah walet dengan tanah batu, "kami harus menggali tanah walet ini dan mengganti dengan tanah batu, setelah itu kita tahan dengan minipet. Hal ini diluar
RAP dengan konsekuensi biaya lebih besar. Ini bentuk tanggung jawab kami, selama enam bulan masa perawatan, "ucapnya.
Slamet menambahkan, dengan tekstur tanah seperti ini, mestinya plengsengan dibangun dengan tehnik bronjong. Tentu saja dengan biaya yang lebih besar tapi mampu menahan tanah agar tidak longsor.
"Dari awal pengerjaan kami selalu berkomunikasi dengan PPK dari Dinas PUPR. Hingga terjadi ambrol, kami sudah diskusikan bagaimana cara membangun kembali plengsengan dengan kondisi tekstur tanah seperti ini (walet). Dari hasil diskusi, saat ini kita eksekusi dengan menggunakan tehnik minipet, "pungkas Slamet.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dari Dinas PUPR Kota Pasuruan, Kadar Usman mengatakan, pihaknya sudah tahu penyebabnya, yaitu tekstur tanah yang mudah tergerus air (tanah walet). Hal tersebut baru diketahui setelah terjadinya longsor.
"Struktur tanah di bibir sungai Petung tidak sama. Ada yang berjenis padat keras, ada juga yang berjenis walet bersifat lunak. Ada juga tersusun dari dua jenis tanah tersebut. Di tempat plengsengan ambrol misalnya, struktur tanah tersusun dari jenis tanah padat keras di posisi atas dan jenis lunak yang berada di posisi bawah. Dan sekarang sudah diupayakan membangun kembali dengan tehnik lain (minipet). Mudah-mudahan cepat selesai, "papar Kadar.(B.)